Sabtu, 22 Mei 2010

advertorial

Delapan tahun sudah Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten Kepulauan Seribu di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, walau termasuk dalam provinsi ibu kota Republik Indonesia, kondisi Kepulauan Seribu masih tertatih-tatih mengejar ketertinggalannya.
Memang patut diakui, di beberapa sisi, kondisi Kepulauan Seribu sudah lebih baik. Contoh yang paling menonjol, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sejak tahun 2007 sudah dialiri listrik selama 24 jam. Aliran listrik disambungkan dengan kabel bawah laut.
Dengan kondisi ini, warga yang tinggal di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Pulau Tidung Besar, Kelurahan Pulau Pari, dan Kelurahan Pulau Untung Jawa, bisa mengoptimalkan wilayahnya sebagai destinasi wisata bahari.
Namun, di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, listrik 24 jam masih menjadi impian terbesar warga. Bahkan, Pulau Sabira, pulau terjauh, sudah bisa dipastikan tidak bisa disambungkan dengan kabel bawah laut. Perjalanan ke Pulau Sabira membutuhkan waktu 4-5 jam menggunakan perahu cepat dari Jakarta.
Sejak berstatus sebagai kabupaten, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Seribu bertekad menjadikan wilayahnya sebagai tujuan wisata. Dari 110 pulau yang ada, 45 pulau diperuntukkan bagi pariwisata. Namun, dari jumlah itu, baru 11 pulau yang telah dibangun dan mempunyai sarana pariwisata umum, di antaranya Pulau Bidadari, Pulau Ayer, Pulau Laki, Pulau Kotok Besar, dan Pulau Putri Pelangi.
Potensi wisata Kepulauan Seribu sangat besar. Selain menyajikan pemandangan alam laut, di kawasan ini pun bisa dikembangkan wisata kuliner, wisata sejarah, wisata konservasi alam, dan juga wisata bahari, seperti menyelam dan memancing.
Di Pulau Onrust, misalnya, terdapat bangunan peninggalan Belanda. Pulau Rambut dan Pulau Bokor sudah lama dijadikan cagar alam sehingga bisa dijadikan sebagai obyek eco-tourism. Bahkan, di Pulau Rambut, wisatawan bisa melihat segala jenis burung karena menjadi tempat singgah burung-burung dunia yang bermigrasi.
Pulau Untung Jawa yang bisa dicapai dari Pantai Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, dengan perahu motor dalam waktu hanya 30 menit dengan ongkos Rp 10.000-Rp 15.000 per orang kini sudah menjadi tempat wisata kuliner.
Menurut Bupati Kepulauan Seribu Baharuddin, jumlah pengunjung ke Pulau Untung Jawa setiap akhir minggu mencapai 4.000-5.000 orang. Tahun lalu jumlah kunjungan hanya 1.000 orang setiap minggunya.
Jumlah ini belum termasuk wisatawan yang pergi ke pulau lain. Sebagian besar dari mereka memanfaatkan kapal-kapal nelayan yang cukup murah. Untuk ke Pulau Pramuka, misalnya, ongkosnya Rp 35.000 per orang.
Beragam kendala
Namun, potensi yang besar ini agaknya memang sulit didorong untuk lebih maju lagi. Selain listrik, kondisi ekonomi setelah krisis moneter belum kembali seperti semula. Sarana dan prasarana juga semakin menurun kualitasnya karena kekurangan modal.
Baharuddin menyebutkan, semua kapal penumpang umum tidak ada yang laik jalan. Fasilitas keselamatan yang ada pun tidak memadai. Namun, hanya kapal itu yang bisa dipakai saat ini. ”Untunglah hingga saat ini tidak pernah ada kecelakaan yang merenggut banyak nyawa di wilayah kami,” ujar bupati.
Pegawai pemkab pun kesulitan untuk mencapai tempat kerja mereka dengan kapal. Pemkab hanya memiliki 10 kapal, sementara jumlah pegawai yang melaju dari darat ke kepulauan sekitar 400 orang. Namun, tidak semua kapal bisa beroperasi karena selalu ada yang rusak.(sumber dinas pariwisata dinas pariwisata DKI jakarta)
Kebersihan
Persoalan lain yang mengintai berkembangnya pariwisata adalah masalah kebersihan. Sampah tidak hanya di pulau, tetapi juga di laut. Jika menyelam di Kepulauan Seribu, terutama di sekitar pulau yang dihuni penduduk, di dalam laut akan banyak ditemukan kursi, kasur, dan barang-barang rongsokan lainnya. Kantong-kantong plastik juga melayang-layang di dalam air.
Kondisi ini semakin parah sejak tahun lalu ketika Pemprov DKI Jakarta menghapus suku dinas kebersihan dari organisasi Kabupaten Kepulauan Seribu. Alasannya, masalah sampah yang ada di atas pulau hunian bisa ditangani lurah dan camat setempat.
Namun, pada praktiknya, kemampuan lurah dan camat sangat terbatas. Mereka tidak menguasai pengelolaan sampah secara teknis. Apalagi menangani sampah-sampah yang ada di laut. Mereka sama sekali tidak mempunyai kemampuan teknis dan peralatan.
Contoh paling nyata tampak di Pulau Panggang, pulau dengan penduduk terpadat di kabupaten ini. Dengan kepadatan 400 orang per hektar, pemerintah setempat harus memikirkan bagaimana cara warga membuang hajat agar lingkungan tetap bersih.
Peliknya masalah kebersihan di Kepulauan Seribu tentu akan menjadi kendala pengembangan pariwisata. Kalau hanya mencari pantai yang kotor dengan hiasan sampah, warga tidak perlu naik ojek ke Kepulauan Seribu. Warga cukup datang ke pantai publik di Marunda yang saat ini memang sudah dipenuhi sampah, yang tak hanya dari darat, tetapi juga dari laut.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya mengalokasikan dana untuk memelihara pembangkit dan jaringan listrik di Kabupaten Kepulauan Seribu. Dana sebanyak Rp 3,9 miliar disediakan untuk menjaga agar listrik di Kepulauan Seribu tidak sampai padam total.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Muhayat, Selasa (28/4) di Jakarta Pusat, mengatakan, dana tersebut diambil dari alokasi dana pemeliharan yang ada di Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta. Dana tersebut akan segera dikucurkan dalam minggu ini atau paling lambat minggu depan.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI Jakarta Sukri Bey mengatakan, pos anggaran listrik di Kepulauan Seribu sebelumnya ada di Dinas Pertambangan, tetapi kemudian menjadi hilang karena dinas itu dilebur menjadi Dinas Perindustrian dan Energi akhir tahun lalu. Oleh karena itu, Pemprov mengambil sebagian anggaran pemeliharaan di Dinas Perindustrian dan Energi diambil untuk pemeliharaan pembangkit dan jaringan listrik di Kepulauan Seribu. "Proses pemindahan anggaran masih sesuai koridor aturan karena kegiatannya sama-sama untuk pemeliharaan," kata Sukri.
Dana pemeliharaan listrik itu, kata Sukri, akan segera dipindahkan ke rekening Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu supaya cepat digunakan. Pemprov DKI tidak ingin sebagian wilayahnya menjadi gelap gulita hanya karena dana pemeliharaan dan operasional jaringan listrik tidak tersedia.
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian dan Administrasi Mara Oloan Siregar mengatakan, dana yang disediakan Pemprov DKI Jakarta lebih rendah dari usulan Bupati Kepulauan Seribu, yaitu Rp 5 miliar. Dana Rp 3,9 miliar itu sesuai kebutuhan yang terkait langsung dengan listrik dan Rp 1,1 milar lainnya akan digunakan untuk program penyulingan air laut menjadi air tawar dengan sistem reverse osmosis atau osmosis terbalik.
Oleh karena itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mencarikan dana talangan dari APBD 2009 untuk membiayai pemeliharaan listrik di Kabupaten Kepulauan Seribu. Pemprov menjamin listrik di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak akan padam secara total.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, Senin (27/4) di Balai Kota DKI Jakarta mengatakan, Pemprov DKI Jakarta akan membahas masalah alokasi dana bagi Kepulauan Seribu dengan DPRD pada Selasa (28/4). Pemprov berharap agar DPRD mendukung rencana pengalokasian dana tersebut. "Pengalokasian dana itu akan dilakukan dengan mengikuti prosedur yang ada agar tidak melanggar hukum. Jangan sampai dana talangan menyebabkan masalah hukum di kemudian hari," kata Prijanto.
Menurut Prijanto, pengalokasian dana talangan diharapkan tidak perlu mengikuti proses perubahan APBD yang baru berlangsung Juni. Anggaran untuk listrik di Kepulauan Seribu tidak dialokasikan pada APBD 2009 karena Dinas Pertambangan yang biasanya mengurusi anggaran itu dilebur dalam Dinas Perindustrian dan Energi.